Sajak-sajak Jambi dari Iriani R Tandy : Sebiduk Bersunyi

Sajak-sajak Iriani Rustana Tandy
Kata Mery
Kata Mery yang membenci laki-laki
setinggi hak lelaki
masih lebih tinggi hak sepatu perepuan
Kata Iriani lelaki
seperti seekor lebah,
perempuan butuh madunya
tetapi sengatnya berbisa
Kadang memberi mawar,
kadangkala beri duri
Jambi 2020
Sebiduk Bersunyi
Sebiduk bersunyi,
mungkin saja kukirim matahari dan senja
di aliran sungai jiwaku
yang riuh gelisah
mencari pendayung,
sauh labuhan hati
dan mata angin
Ketika kita menyaksikan
Kalam Illahi turun
menyeka keringat
dan air mata
Jambi 2020
Dunia Kartini
Dunia Kartini
Kartini
di antara HP
dapur
kasur
dan sumur
Jambi 2020
Sosok Iriani Rustana Tandy
Wanita berdarah Tionghoa ini lahir di Jambi, 2 Juli 1960. Ayahnya, Rustana Tandy, merupakan seorang pemain biola. Semasa remaja, ia tumbuh dan berbaur dengan anak-anak setempat. Ia juga bersekolah di SMPN 1 Kota Jambi, dimana pada masa itu, kebanyakan anak keturunan Tionghoa lebih memilih mengenyam pendidikan di sekolah swasta.
Saat duduk di bangku SMP, ia pernah mengalami perlakuan tak mengenakkan dari teman-temannya. Tak nyaman dengan perlaku tersebut, ia pun meminta gurunya untuk mengizinkan dia tetap di kelas selama waktu istirahat sekolah. Waktu-waktu senggang inilah yang kemudian dimanfaatkannya untuk membaca berbagai buku dan menulis catatan harian. Dalam kegundahan hatinya, ia selalu menulis kata-kata kiasan dalam buku hariannya, yang kemudian berkembang menjadi puisi-puisi. Sejak itulah, pengalaman hidupnya selalu dicurahkan lewat puisi.
Agar tidak diperlakukan secara semena-mena oleh teman-teman sekolah, ia merasa harus memiliki suatu kelebihan. Dengan demikian, ia berharap teman-temannya bisa menghargai keberadaannya. Suatu saat, ketika diadakan perlombaan puisi di sekolah, dan berlanjut dengan lomba-lomba puisi pada tingkat kecamatan, kota, dan tingkat provinsi di Jambi, ia selalu tampil dan berhasil menjadi juara. Sejak itulah ia tidak pernah lagi diolok-olok hanya karena keturunan China.
Selepas SMA, ia membulatkan tekad untuk menjadi penyair. Ia pun semakin rajin membuat puisi. Puisi karya Iriani kebanyakan panjang-panjang, namun puisinya yang pertama kali diterbitkan majalah sastra Horizon (1979) justru hanya berisi dua baris, yang berjudul ‘Hidup’. Pada era 1980-an, puisi-puisinya banyak muncul diberbagai media cetak berskala nasional dan sejumlah koran lokal di Jambi. Sebagian karyanya diterbitkan juga dalam antologi bersama. Satu puisinya, ‘Invitation for the Grandmother’s Time’ termasuk dalam buku International Library of Poetry tahun 2003.
Sejumlah sastrawan menilainya sebagai penyair konvensional. Bahkan, pada pertemuan sastrawan se-Sumatera awal 2000-an, sastrawan Sapardi Djoko Damono justru menyebutkan puisinya terasa berbeda dari umumnya sastrawan masa kini. Salah satu karyanya yang berjudul ‘Doa Ibu, Untukmu’, sempat dibahas dalam pertemuan tersebut. Puisi itu kemudian diterbitkan dalam buku ‘Senandung Kecil’ yang merupakan antologi dirinya, berisi 36 judul, diterbitkan Dewan Kesenian Jambi. Puisinya juga tak lepas dari filosofi China yang mengutamakan keselarasan, melalui kata-kata menciptakan harmoni. Akan tetapi, ia juga tak meninggalkan kelugasan gaya sastra Melayu. Ia juga mengaku terpengaruh pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono.
Tidak hanya itu, berbagai peristiwa yang terjadi di tanah air juga turut menguggah hatinya, yang kemudian ia tuangkan dalam sejumlah puisinya, diantaranya peristiwa kerusuhan di Jakarta 1998, yang menelan korban perempuan keturunan Tionghoa, yang ia tuangkan lewat puisi berjudul ‘Chung Kuok Zen, Ingni Zen, Zen’ (Bangsa Tionghoa, WNI Keturunan, dan Pribumi). Kelugasan juga ia sampaikan ketika melihat hutan di Jambi yang makin gundul, seperti dalam puisinya ‘Suatu Senja di Tanggo Rajo’.
Karya-karya puisinya terangkum dalam Antologi Puisi se-Sumatera (1995), Pemintal Ombak, Sanggar Sastra Purbacaraka Awards, Udayana Bali (1996), Antologi Puisi Indonesia, KSI (1997), Musim Bermula Penyair Perempuan se-Sumatera (2001), Musim Kemilau Penyair Perempuan Indonesia (2002), Pesona Gemilang Musim, Penyair Indonesia, Malaysia, Singapura (2004), dll.
Menikah dengan Pandiangan, di karuniai dua orang anak Citra Rinanti, Merin Isabella. (angsoduo.net)

Pos terkait