The Mirror Never Lies 2011 Movie Review

The Mirror Never Lies 2011
The Mirror Never Lies 2011. (Ist)

Jambi Seru- The Mirror Never Lies merupakan suatu film yang berlatar balik kehidupan Kaum Bajo di Wakatobi, Sulawesi. Film yang disponsori WWF ini menceritakan mengenai seseorang keluarga di Kaum Bajo yang kehabisan wujud kepala keluarga dikala dirinya lagi terletak di laut bertugas selaku nelayan, perihal ini menimbulkan seseorang anak yang bernama Paku( Gita Novalista) serta ibunya yang bernama Tayung( Atiqah Hasilohan) senantiasa berselisih sebab perbandingan opini dalam menjawab peristiwa itu.

Sesuatu dikala sehabis suaminya tewas, ada seseorang periset dolfin bernama Tudo( Reza Rahardian) yang tiba serta menginap di rumah mereka. Periset lumba yang lagi menginap di perkampungan Kaum Bajo itu kesusahan buat mencari dolfin yang dicarinya sebab ikan- ikan kecil yang jadi santapan dolfin dibekuk oleh nelayan.

Kita bisa memandang kalau film ini dapat melukiskan dengan amat bagus kehidupan Kaum Bajo yang dekat dengan laut, perihal ini bisa diamati dari kepala karangan film ini ialah“ The Mirror Never Lies”, arti mirror ataupun cermin dalam film ini merupakan lautan, di mana lautan memantulkan kehidupan warga Kaum Bajo. Perihal ini bisa diamati dari profesi masyarakat di situ, terdapat yang berbisnis ikan, jadi nelayan.

Bacaan Lainnya

Perihal ini pula bisa memandang dari sekolah mereka yang terletak pas di pinggir laut, tidak hanya itu kita bisa memandang buat memperoleh air payau mereka wajib mengarah ke pulau lain. Aku sepakat dengan perihal itu, kita pula bisa memandang rumah- rumah mereka yang terletak pas diatas laut alhasil mereka membutuhkan kapal buat mengarah sesuatu tempat, tidak hanya itu kita pula memandang kalau mereka memakai laut buat bermacam perihal, semacam mandi.

Film ini pula bisa melukiskan metode warga disitu dalam merespon kehabisan, paling utama figur Paku serta Tayung. Dalam film ini kita bisa memandang Paku yang lalu berambisi serta yakin kalau ayahnya belum tewas, namun cuma lenyap, kita pula bisa memandang Tayung yang telah pasrah serta melepaskan keberangkatan suaminya. Kita pula bisa memandang kalau Tayung memakai suatu masker sehabis suaminya tewas, dalam Kerutinan adat Kaum Bajo, masker itu ciri gelisah.

Meski film ini bisa melukiskan kehidupan warga Kaum Bajo dengan amat bagus, sedang ada sebagian kekurangan dalam film ini.

Mayoritas kekurangan ini diakibatkan sebab film ini disponsori oleh WWF, suatu badan pelanggengan alam, perihal ini menimbulkan penambahan- penambahan narasi serta segmen yang sesungguhnya tidak butuh dimasukkan ke dalam film.

Pos terkait