Opini : Belajar dan Kurikulum Ketahanan Diri

Amri Ikhsan
Amri Ikhsan

Opini : Belajar dan Kurikulum Ketahanan Diri

Oleh: Amri Ikhsan

Dalam menghadapi era kenormalan baru dalam dunia pendidikan, dan berdasarkan pengalaman pembelajaran selama pandemi covid-19, Kemdikbud dan Kemenag, kementerian yang banyak menaungi pendidikan secara hampir bersamaan mengeluarkan keputusan penting dalam dunia pendidikan.

Bacaan Lainnya

Kemdikbud menerbitkan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) dan Kemenag menerbitkan Keputusan Jenderal Pendidikan Islam Nomor 2791 Tahun 2020 tentang Panduan Kurikulum Darurat Pada Madrasah.

Dengan semangat yang sama, kedua Kementerian ini berniat untuk menyelamatkan hak pendidikan peserta didik sebagau aset bangsa. Dengan adanya pedoman dan panduan ini, pada stakeholder pendidikan memiliki dasar hukum yang tertulis dalam penyelenggaraan proses pembelajaran bagi peserta didik selama pandemi dan new normal.

Disambut dengan ‘penuh suka cita’ kedua keputusan ini. Yang perlu dicermati ‘asbabul nuzul’ lahirnya keputusan ini. Pandemi covid-19 sudah merubah sendi sendi kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan. Karena virus, kita menjadi takut bertemu. Guru takut bertemu dengan peserta didik, begitu juga sebaliknya. Pada zaman ini, sifat saling curiga begitu menonjol.

‘Kecurigaan’ ini berniat baik agar kita terhindar terpapar virus yang berbahaya. Curiga agar kita lebih waspada untuk tidak terkontaminasi. Karena tak satu yang bisa memastikan dimana virus itu hinggap, tak satupun yang bisa memastikan ‘carrier’ dari virus itu. Agar kecurigaan ini tidak berkepanjangan, maka pemerintah memutuskan agar kita tidak ketemu, tidak kontak fisik dalam waktu tertentu. Kalaupun diharus ketemu, diwajibkan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Jadi apapun keputusan selama masa pandemi adalah bertujuan utama untuk mencegah penyebaran virus itu. Begitu juga pedoman dan panduan yang dikeluarkan kedua kementerian ini harus berisi secara eksplisit cara pencegahan dan penyebaran covid-19. Artinya, proses pembelajaran yang mengimplementasikan pedoman dan panduan ini adalah mengedukasi guru dan peserta didik untuk turut serta mencegah penyebaran virus ini. Percuma belajar daring, belajar dari rumah tapi siswa tidak memahami tata cara mencegah dan menghindar terpapar virus ini.

Keberadaan pedoman dan panduan pembelajaran selama pandemi covid-19 dan atau di era kenormalan baru bagaikan ‘oase’ yang menyejukkan bagi guru. Pedoman dan panduan ini berisi dasar hukum, konsep, sumber, platform pembelajaran, pengelolaan dan penilaian pembelajaran.

Tapi, alangkah sempurna pedoman dan panduan tersebut juga secara eksplisit berisi kurikulum ketahanan diri, bagaimana guru siswa dan guru bertahan dalam masa pandemi ini baik secara fisik, mental dan sosial. Kalau pertahanan guru dan siswa kuat dari ‘serangan’ virus, maka pembelajaran akan berlangsung kondusif, dan apa yang diharapkan dari pedoman dan panduan itu akan dengan mudah terpenuhi.

WHO mengungkapkan untuk bisa hidup damai dengan virus ini pertahanan fisik, mental dan sosial harus prima, karena serangan virus ini sangat brutal. Virus ini mengancam siapa saja, tak pandang usia, tempat tinggal, status sosial. Kita hanya bisa bertahan karena obat dan vaksin untuk menangkal serangannya belum tersedia.

Kalau pertahanan kita ‘lemah’ dan lalai dalam menjaga diri, maka muncul stres, takut, panik yang justru melemahkan pertahanan kita, melemahkan daya tahan tubuh yang bisa membobol pertahanan kita.

Secara fisik dari diri sendiri, guru dan peserta didik diedukasi hal hal ‘kecil’: mencuci tangan, siap sedia hand sanitizer, istirahat cukup, jangan sentuh wajah, PHBS, Jaga kebersihan lingkungan, konsumsi makanan bergizi, konsumsi suplemen, bawa alat makan sendiri, rutin berolahraga.

Ketika berada di tempat umum: 1) tidak melakukan kontak fisik, Virus corona bisa menyebar hanya dengan bersalaman, hindari bersalaman; 2) Social distancing, menjaga jarak dengan orang lain saat beraktivitas bersama; 3) menghindari transportasi umum; 4) jangan menyentuh apapun tanpa sarung tangan, dll.

Disamping, kegiatan fisik yang dilakukan, perlu memperhatikan mental kita. Di tengah situasi pandemi, pikiran positif, hati yang bersyukur dan selalu gembira adalah kunci untuk bisa melalui masa-masa sulit ini. Semua hal itu sangat diperlukan untuk menjaga daya tahan tubuh dan ketahanan mental.

Untuk menjaga ketahanan pikiran positif yang akan memengaruhi suasana hati, perlu ‘filter’ yang menyeleksi informasi apapun dari seluruh pancaindera yang bisa masuk dalam pikiran. Apa yang kita baca, dengar, rasa, cium dan lihat bisa memengaruhi kehidupan dan sistem pertahanan tubuh kita.

Cari informasi yang dibutuhkan. Kita tentu membutuhkan informasi tentang penyakit Covid-19 agar kita bisa menghindarinya, cara mencegah, cara menguatkan daya tahan tubuh. Namun, kita tidak butuh informasi tentang keganasan virus, kecemasan seseorang saat panik dengan korona, atau visual kematian para korban, jumlah pasien yang meninggal, cara penguburan dengan protokol covid-19, dll.

Informasi negatif yang tidak dibutuhkan itu justru bisa memicu kecemasan dan distres (stres negatif). Dampak kecemasan itu akan lebih parah dan mudah terjadi pada seseorang yang memiliki gangguan kecemasan. Karena itu, sejumlah lembaga kesehatan dan organisasi profesi sudah mengingatkan pentingnya diet digital selama pandemi dengan mengecek gawai dua kali sehari saja dan mengonsumsi informasi terkait Covid-19 dari sumber terpercaya saja (Kompas).

Merasa sedih, tertekan, khawatir, bingung, atau marah itu adalah normal saat kita berada dalam masa krisis pandemi. Maka, diperlu kekuatan sosial: 1) bersikap empati pada yang terdampak; 2) saling melindungi; 3) menghargai perawat dan petugas kesehatan; 4) tetaplah menjaga hubungan dengan orang-orang yang lain; 5) menjaga komunikasi dengan orang lain, dengan melakukan jarak sosial bukan berarti isolasi sosial.

Yang paling manjur dilakukan selama pandemi ini agar kita kuat fisik atau mental adalah saling bergotong royong. Suatu masalah besar membutuhkan kekuatan sosial: kerjasama seluruh kelompok sosial, solidaritas, konstribusi baik materiil maupun non materiil, rasa saling percaya, terbuka dalam kerjasama yang tidak dipaksakan.

Kita pupuk sikap dan perilaku yang suka membantu dan menolong sesama tanpa mengharapkan imbalan, saling tukar kebaikan antar-individu merupakan hal yang ditunggu sebagai social capital.

Pandemi Covid-19 adalah kenyataan yang harus dihadapi. Semua orang di dunia mengalaminya dan sama-sama. Karena itu, kuatkan pertahanan diri baik, fisik, mental dan jangan lupa berkontribusi sosial di tengah masyarakat. Ini yang perlu ditanamkan ke peserta didik.

*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah

Pos terkait